Moch Adnan 2 Oktober 2014
Berkurban Itu Hukumnya Adalah Sunnah
Berkurban Itu Hukumnya Adalah Sunnah
Menjelang Idul Qurban biasanya banyak bermunculan para penjual hewan potong, baik itu sapi, kerbau atau kambing. Ini sudah seperti sebuah tradisi tahunan dimana hari raya idul adha biasanya dibarengi pula dengan pemotongan hewan kurban, namun inti dari tulisan ini bukan untuk membahas tradisi tahunan tersebut, melainkan sedikit mengulas masalah hokum berkurban itu sendiri menurut ajaran islam. Apakah diwajibkan ataukah hukumnya sunnah? Hukum berkurban adalah Sunnah Muakkadah, bukan wajib. Adapun Hal-hal yang menunjukkan kesunnahannya tersebut adalah dengan adanya argumentasi-argumentasi seperti berikut ini; Allah memerintahkan berkurban dalam Al-Qur’an. Allah berfirman;

"Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah" (Al-Kautsar;2)

Perintah Shalat dalam ayat di atas bersifat umum, mencakup Shalat wajib dan Shalat Sunnah sehingga tercakup pula Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Perintah berkurban juga bersifat umum yang mencakup kurban wajib, seperti Al-Hadyu karena Haji Tamattu’ mapupun kurban Sunnah seperti Udhiyah yang dilakukan kaum Muslimin di luar tanah suci (Mekah). Karena itu, ayat ini menjadi dalil perintah berkurban, yang menunjukkan adanya dorongan dari pembuat Syariat sehingga digolongkan dalam amal yang bernilai Ma’ruf.. Perbuatan Rasulullah menunjukkan beliau melakukan dan mengamalkan amal berkurban. Imam Bukhari meriwayatkan;

"Dari Anas dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih dominan di banding warna hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelih domba tersebut dengan tangan beliau sendiri sambil menyebut nama Allah dan bertakbir dan meletakkan kaki beliau di atas sisi leher domba tersebut.” (H.R.Bukhari)

Perbuatan Rasulullah SAW sebagai mana ucapan beliau dan sikap diam beliau adalah dalil Syara’. Ketika Rasulullah SAW melakukan aktivitas berkurban, dan mencontohkan pada umatnya, maka hal ini menguatkan dalil pertama bahwa berkurban adalah amal yang didorong oleh Syariat dan digolongkan sebagai perbuatan yang Ma’ruf. Rasulullah juga pernah memerintahkan seorang Shahabat berkurban, misalanya dalam Hadist berikut iniَ

dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhani dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membagi-bagikan binatang kurban kepada para sahabatnya, sementara ‘Uqbah sendiri hanya mendapatkan Jadza’ah (kambing yang berusia enam bulan, atau berumur empat tahun ke atas, atau sapi berumur tiga tahun ke atas), maka kataku selanjutnya; “Wahai Rasulullah, aku hanya mendapatkan Jadza’ah?” beliau bersabda: “Berkurbanlah dengannya.” (H.R.Bukhari)

Beliau juga memuji penyembelihan hewan kurban yang dilakukan setelah Shalat ‘Ied dan mensifatinya sebagai Ibadah yang sempurna. Bukhari meriwayatkan;

dari Al Bara`, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menyembelih (hewan kurban) setelah Shalat (Ied) maka ibadah kurbannya telah sempurna dan dia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat.” (H.R.Bukhari)

Nash-Nash ini menguatkan bahwa ibadah berkurban memang diperintahkan, dicontohkan, dan dipuji sebagai salah satu ibadah dalam Syariat Islam.
Rasulullah SAW mengaitkan aktivitas berkurban dengan Irodah (kehendak/keinginan) Mukallaf. Imam Muslim meriwayatkan;

dari Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika telah tiba sepuluh (dzul Hijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun.” (H.R.Muslim)

Pada argumentasi diatas penunjukan makna yang bisa ditangkap barulah adanya dorongan dan teladan untuk berkurban (yang masih belum menjelaskan apakah dorongan tersebut bersifat tegas/pasti/keras ataukah tidak), maka pada argumentasi yang ketiga ini, sifat dorongan tersebut menjadi diketahui. Rasulullah saw mengaitkan ibadah berkurban dengan Irodah/kehendak Mukallaf, bukan menetapkan tanpa memberi pilihan. Oleh karena itu Hadis ini menunjukkan bahwa berkurban hukumnya adalah Sunnah, bukan Wajib. Karena jika berkurban hukumnya wajib, niscaya Nabi tidak akan mengaitkannya dengan kehendak Mukallaf, kerana sesuatu yang wajib harus dilaksanakan tanpa pilihan.
Rasulullah SAW mendiamkan umatnya yang tidak berkurban tanpa mengkritiknya atau mencelanya. Abu Dawud meriwayatkan;

dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; saya menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelihnya, dan mengucapkan: “BISMILLAAHI WALLAAHU AKBAR, HAADZA ‘ANNII WA ‘AN MAN LAM YUDHAHHI MIN UMMATI” (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ini (kurban) dariku dan orang-orang yang belum berkurban dari umatku). (H.R.Abu Dawud)

Dalam Hadis di atas Rasulullah berkurban untuk dirinya dan juga untuk umatnya yang belum berkurban. Hadis ini semakin menguatkan bahwa berkurban hukumnya Sunnah, bukan wajib.
Sejumlah Shabat sengaja tidak berkurban untuk mengajari kaum Muslimin dan generasi sesudahnya bahwa berkurban hukumnya tidak wajib. Baihaqi meriwayatkan bahwa Abubakar dan Umar sengaja tidak berkurban agar tidak diduga bahwa berkurban hukumnya wajib.

“As-Syafi’I berkata: Telah sampai kepada kami bahwa Abu Bakar dan Umar tidak berkurban karena tidak suka diteladani sehingga orang yang melihat beliau berdua menduga bahwa berkurban itu wajib” (H.R. Baihaqy)

Cukup jelas dalam riwayat di atas bahwa Abubakar dan Umar sengaja meninggalkan berkurban karena tidak suka jadi teladan yang disangka orang bahwa berkurban hukumnya wajib.
Jadi dengan menyimpulkan argumensi-argumentasi diatas, dapat kita simpulkan bahwa berkurban itu hukumnya adalah Sunnah. Oleh kerana itu sejauh-jauh yang mungkin difahami terkait hukum berkurban yang memakai riwayat lain dan yang semakna dengannya adalah adanya unsur Ta’kidul Istihbab (tekanan anjuran) dalam perintah berkurban, sehingga hukum berkurban bukan sekedar Sunnah tetapi Sunnah Muakkadah, namun tidak sampai wajib